Tanggal 23 Mei lalu, kelas menulis online Poetica kembali dihelat. Ada dua hal yang dipelajari dalam kelas menulis lalu, yakni true line dan bentuk tulisan.
Yang pertama adalah true line. Apakah yang dimaksud dengan true line? Kita bisa mengartikan true line sebagai garis besar yang menghubungkan setiap kejadian dalam cerita yang kita tuliskan. True line membantu kita mengetahui kemana cerita akan dibawa. True line lah yang akan menjawab pertanyaan,”Apa yang terjadi pada tokoh utama/ protagonis?”
Pola di hampir semua cerita selalu dibangun dengan tiga pondasi yang sama: Awal – Tengah – Akhir atau Beginning – Middle – End. Yang menjadi berbeda adalah paparan setiap kejadian yang menyambungkan setiap cerita yang ada di pembabakan itu.
Awal – Diperkenalkan tokohnya, diperkenalkan hal-hal yang berkaitan dengan ceritanya.
Tengah – Mulai dibubuhi konfliks, mulai ada bumbu konflik yang dihadirkan kepada pembaca.
Akhir – Ada turning point, atau ada klimaks yang mulai diselesaikan, sampai cerita berakhir.
Pola di setiap cerita drama misalnya, dikenalkan siapa karakternya, apa hubungan karakter itu dengan karakter lainnya, ada cerita antara kedua karakter itu, mereka dekat, lalu ada masalah, dll hingga akhir. Hampir setiap cerita membawa pola yang sama. Atau kalau boleh kita katakan sekarang, punya ‘true line’ cerita yang sama.
Mari kita lihat contoh true lain dari cerita Cinderella:
1. Ada keluarga kecil bahagia, lalu kemudian sang Ayah menikah dengan istri baru. Cinderella punya ibu tiri.
2. Cinderella disiksa dan diminta untuk melakukan apa pun keinginan ibu tirinya.
3. Mulai ada perubahan cerita, dia mendengar ada undangan dari istana. Dia pergi, dia memakai sepatu kaca.
4. Pangeran mencari dia, ketemu, menikah, hidup bahagia.
True line atau garis besar pola cerita Cinderella tidak jauh berbeda dengan cerita-cerita lainnya.
Ada tokoh yang tersakiti (Cinderella) sekaligus protagonis, ada tokoh utama lainnya (ibu tiri, dan saudara tirinya), dan ada tokoh protagonis lain sebagai penyelamat (pangeran, ibu peri).
Cinderella mendapati masalah dan konflik, tapi ada jalan-jalan keluar yang diberikan kepadanya (resolusi cerita), dan ending mulai bisa dilihat dan kita tebak hasilnya.
Biasanya di hampir setiap cerita cinta, true line-nya juga tak jauh berbeda: Kedua tokoh saling mencintai, ada masalah, ada konfliks, tapi akhirnya mereka bisa bertemu dan bersama-sama lagi.
Dengan true line yang sebenarnya tak jauh berbeda, bagaimana masing-masing penulis mampu memikat pembacanya untuk tetap membaca hingga akhir? Hal itu bisa dilakukan karena penulis tersebut punya KEKHASAN, yang membuat PENGEMASAN cerita menjadi unik. Untuk menemukan yang berbeda dan punya kekhasan sendiri, bukanlah hal yang mudah. Diperlukan pengalaman menulis, jam terbang, serta latihan menulis yang terus-menerus.
Materi berikutnya adalah bentuk tulisan. Ada 5 bentuk tulisan yang harus diketahui, dilihat dari cara pengemasan ceritanya. Kalau 5 bentuk tulisan ini sudah terkuasai, kemungkinan untuk mengembangkan potensi kita menjadi lebih baik, itu akan menjadi lebih besar.
1. Dialogue
2. Description
3. Action
4. Thought
5. Exposition
Mari kita bahas satu per satu, masih dengan contoh cerita Cinderella.
Eksposisi, dimana kita mengemas cerita, seperti seakan-akan tengah merangkum keseluruhan kejadian dengan urutan yang lazim kita temukan di dongeng atau legenda.
Dahulu kala, hiduplah seorang laki-laki tua bersama seorang gadis dan istrinya yang tercinta. Mereka semua hidup dengan penuh kebahagiaan selama ini, hingga akhirnya satu hari, istri sang lelaki itu meninggalkan dunia karena sakit yang dideritanya.
Setelah bertahun-tahun sendiri, lelaki itu akhirnya memutuskan untuk meminang seorang perempuan untuk ia jadikan sebagai istrinya…
Bentuk tulisan eksposisi, lazim kita temukan di cerita dongeng atau legenda. Biasanya dimulai dengan kata-kata: once upon a time, suatu waktu di negeri antah berantah, dll. Kekurangan dari cerita dengan jenis ini, dia mudah membuat bosan pembacanya. Karena seakan-akan tidak ada aksi atau sesuatu yang ‘wah’ di cerita yang dipaparkan.
Karena bentuk ini sudah terlalu sering dilakukan, mari menulis dengan bentuk lain. Dialog, misalkan. Kita bisa mulai bercerita dengan langsung membawakan dialog di permulaan cerita.
“Cinderella, kamu sudah selesai mencuci?”
“Belum, Ma. Aku masih membersihkan piring-piring di dapur.”
Ibu tirinya memandangnya marah. “Itu seharusnya sudah selesai dari satu jam yang lalu, Cinderella. Dasar gadis pemalas.”
“Maaf, Ma. Tapi, aku..””Diam. Aku tak mau ditentang di rumah ini.”
Nah, dibanding membuat cerita cinderella dengan versi eksposisi, dialog pun bisa langsung dipakai. Dan cerita bisa lebih hidup.
Ingin mencoba cara lain? Ada thoughts atau pikiran. Kita bisa langsung memaparkan ‘pikiran’ Cinderella seperti contoh berikut:
Ini sungguh tidak adil. Mengapa aku tidak diperbolehkan ke istana? Saudara tiriku bisa pergi ke sana. Tapi hanya aku yang ditinggal di rumah ini dan tidak diperbolehkan pergi ke pesta. Padahal aku sudah selesai dengan semua pekerjaan rumahku. Rasanya bosan di rumah saja seperti saat ini. Aku ingin sekali bisa bertemu dengan pangeran.
Masih ingin bereksperimen dengan bentuk yang lain? Action, bisa menjadi salah satu pilihan.
Cinderella berlari. Ia menjauh dari orang-orang yang mengitarinya. Tengah malam sudah dekat waktunya, ia harus segera berlari dan bersembunyi sebelum wujud semua gaunnya berubah seperti biasanya.
Teknik terakhir, adalah deskripsi. Mungkin bukan hal baru bagi kita, namun bisa dicoba untuk membuat ‘rasa’ cerita menjadi berbeda.
Baju butut yang dikenakannya tadi tak ada lagi–Cinderella kini terlihat memukau dengan gaun cantiknya. Wajahnya tak lagi terlihat muram, senyum terpancar di sana. Penampilannya semakin memikat dengan sepatu kaca indah yang kini terpasang di kedua kakinya. Ia sungguh berbeda dari beberapa menit sebelumnya, dimana ia lebih terlihat seperti seorang pembantu. Kini ia tampak seperti putri raja.
Bagaimana, menarik bukan? Satu cerita Cinderella yang sudah kita hapal benar ceritanya, ternyata bisa dieksplorasi lagi dengan berbagai bentuk tulisan. Jadi, jangan terjebak dengan awalan cerita yang harus A dan B seperti yang orang lain biasa tuliskan.
Dengan memilih mengeksplor cerita dengan cara-cara seperti itu, kita bisa meng-KAYA-kan pengalaman yang dirasakan pembaca. Lima bentuk tadi tak hanya bisa jadi awalan cerita, tapi bisa juga jadi bentuk keseluruhan cerita. Semakin paham dengan setiap jenisnya, kita akan semakin mudah membuat cerita dengan jenis yang kita rasa pas dengan cerita yang ingin kita tuliskan.
Dalam kelas kali ini, kami diminta membuat cerita tentang Putri Salju atau Snow White, dan kami diperbolehkan untuk memilih bentuk tulisan yang kami inginkan dari lima bentuk tadi.
Kesimpulan yang saya ambil adalah, dalam pembuatan cerita, sangat berguna untuk menentukan true line dari cerita kita, terutama untuk menulis cerita yang lebih panjang dan kompleks, misalnya menulis novel. Jika kita sudah memiliki true line cerita, maka meskipun kita belum membuat paparan rinci tulisan kita, kita sudah tahu kemana cerita kita akan terbawa. When you notice your true line, at least it keeps your story on track. Namun yang diperhatikan kemudian adalah MENGEMAS true line tersebut sehingga cerita yang kita buat menjadi KHAS dan UNIK. Salah satu cara agar cara menulis kita berkembang adalah dengan mencoba 5 bentuk tulisan tadi, yakni: exposition – thought – dialogue – action – description. Mengembangkan cara menulis yang berbeda akan membuat kita menemukan ‘sisi lain’ dari cara menulis yang biasa kita gunakan selama ini.